Mencari Pengganti Wakil Bupati Kampar
Oleh: Syahdi, S.H
(Pemerhati Hukum Tata Negara)
1. Perihal kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Peraturan
Perundang-Undangan
Dalam artikel ini pembahasan saya bagi kedalam beberapa sub pembahasan agar
pembaca dapat memahami dengan mudah pembicaraan dan alur dari judul artikel
ini. Sebagai seorang yang mendalami Hukum Tata Negara, hal ini menarik untuk
dibahas secara mendalam sebab persoalan pengisian jabatan wakil kepala daerah ini
adalah salah satu hal yang sangat urgen
dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan daerah. Pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan setiap satu kali dalam lima tahun.
Secara konstitusional, keberadaan kepala daerah tegas diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota yang dipilih secara demokratis”. Analisis secara konstitusional tidak terdapat penyebutan secara eksplisit dalam UUD 1945 tentang keberadaan jabatan wakil kepala daerah, meskipun demikian tafsir secara konstitusional tentang hal itu telah dijawab oleh Mahkamah Konstitusi bahwa keberadaan wakil kepala daerah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan kepala daerah.
Secara konstitusional, keberadaan kepala daerah tegas diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota yang dipilih secara demokratis”. Analisis secara konstitusional tidak terdapat penyebutan secara eksplisit dalam UUD 1945 tentang keberadaan jabatan wakil kepala daerah, meskipun demikian tafsir secara konstitusional tentang hal itu telah dijawab oleh Mahkamah Konstitusi bahwa keberadaan wakil kepala daerah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan kepala daerah.
Penegasan tentang kedudukan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 63 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang perubahan pertama dan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua menyatakan bahwa, “Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (1) dibantu oleh Wakil Kepala Daerah”. Sebelum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diubah, semula pengakuan tentang keberadaaan
wakil kepala daerah sangat lemah yaitu dirumuskan seakan hanya sebagai
pelengkap dan tidak merupakan suatu keharusan untuk diadakan. Semula dalam
Pasal 63 ayat (1) tersebut berbunyi, “Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (1) dapat dibantu oleh Wakil Kepala Daerah”.
Pengaturan tentang kedudukan wakil kepala daerah tidak hanya dalam
undang-undang tentang pemerintahan daerah, tetapi juga tegas disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana termaktub pada Pasal 1
menyatakan bahwa, “Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan
rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara
langsung dan demokratis”.
Dalam hal terkait dengan adanya kekosongan jabatan kepala daerah maka undang-undang mengatur bahwa wakil kepala daerah dapat menggantikan kepala daerah menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari di daerahnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana termaktub dalam Pasal 88 ayat (2) menyatakan bahwa “Dalam hal pengisian jabatan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) belum dilakukan, wakil bupati/wakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari bupati/wali kota sampai dengan dilantiknya bupati/wali kota sebagai bupati/wali kota”.
Dalam hal terkait dengan adanya kekosongan jabatan kepala daerah maka undang-undang mengatur bahwa wakil kepala daerah dapat menggantikan kepala daerah menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari di daerahnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana termaktub dalam Pasal 88 ayat (2) menyatakan bahwa “Dalam hal pengisian jabatan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) belum dilakukan, wakil bupati/wakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari bupati/wali kota sampai dengan dilantiknya bupati/wali kota sebagai bupati/wali kota”.
Dalam
perspektif Hukum Tata Negara wakil kepala daerah sekurang-kurangnya memiliki 3
(tiga) fungsi yaitu, Pertama mewakili kepala daerah dalam acara seremonial atau
kegiatan yang mengharuskan kepala daerah hadir namun tidak dapat hadir. Kedua, membantu
kepala daerah. Bantuan ini ada yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan, ada yang diminta oleh kepala daerah dan ada juga yang
diberikan atas inisitif sendiri oleh wakil kepala daerah. Ketiga, menggantikan
kepala daerah baik sifatnya sementara maupun defenitif berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan misalnya dalam hal kepala daerah sakit
berturut-turut selama 6 (enam) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajibannya, berhenti, diberhentikan atau mengundurkan diri atau meninggal
dunia.
Untuk konteks di Kabupaten Kampar, Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah karena pejabat Kepala Daerah meninggal dunia. Sementara itu terkait dengan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam hal ini Wakil Bupati Kampar, DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang diantaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 154 ayat (1) huruf d1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang, “memilih bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan”.
Untuk konteks di Kabupaten Kampar, Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah karena pejabat Kepala Daerah meninggal dunia. Sementara itu terkait dengan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam hal ini Wakil Bupati Kampar, DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang diantaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 154 ayat (1) huruf d1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang, “memilih bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan”.
2.
Perihal Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah dan
Mekanisme Pengisian Jabatan Wakil Kepala Daerah
Kekosongan jabatan wakil kepala daerah dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: meninggal
dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan”. Adapun dalam konteks
kekosongan jabatan wakil kepala daerah di Kabupaten Kampar terjadi sebab ditetapkannya
Bapak Catur Sugeng Susanto sebagai Bupati Kampar defenitif setelah dilantik oleh
Gubernur Riau H. Wan Thamrin Hasyim pada Selasa, 12 Februari 2019 melanjutkan sisa masa jabatan periode 2017-2022. Semula kita tahu bahwa latar belakang pelantikan beliau
disebabkan wafatnya Bapak Aziz Zainal selaku Bupati Kampar dikarenakan sakit
yang dideritanya.
Sehingga dengan demikian menimbulkan kekosongan jabatan Bupati Kampar, dan Bapak Bapak Catur Sugeng Susanto waktu itu sebagai Wakil Bupati Kampar naik menggantikan jabatan Bupati Kampar. Persoalannya sekarang adalah sudah lebih kurang 6 (enam) bulan pasca pelantikan Bupati Kampar sampai sekarang belum ada pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati untuk menggantikan posisi yang dahulu dijabat oleh Bapak Catur Sugeng Susanto. Padahal masalah ini harus segera diselesaikan sehingga kekosongan jabatan Wakil Bupati Kampar tidak berlangsung terus menerus tanpa ada kepastian hukum.
Sehingga dengan demikian menimbulkan kekosongan jabatan Bupati Kampar, dan Bapak Bapak Catur Sugeng Susanto waktu itu sebagai Wakil Bupati Kampar naik menggantikan jabatan Bupati Kampar. Persoalannya sekarang adalah sudah lebih kurang 6 (enam) bulan pasca pelantikan Bupati Kampar sampai sekarang belum ada pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati untuk menggantikan posisi yang dahulu dijabat oleh Bapak Catur Sugeng Susanto. Padahal masalah ini harus segera diselesaikan sehingga kekosongan jabatan Wakil Bupati Kampar tidak berlangsung terus menerus tanpa ada kepastian hukum.
Amanat undang-undang yang dijadikan rujukan dasar dalam pengisian
kekosongan jabatan wakil bupati adalah Pasal 89 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 bahwa “Apabila wakil kepala daerah berhenti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 ayat (4), pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”.
Sementara itu dalam undang-undang tentang pemilihan kepala daerah sayangnya tidak terdapat pengaturan yang eksplisit yang dapat dijadikan rujukan atau pegangan dalam pengisian kekosongan jabatan wakil bupati. Setidaknya ada dua pasal yang berkaitan dengan pengisian kekosongan jabatan wakil bupati yaitu Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Kendatipun demikian ketentuan dalam pasal inipun tidak bisa dijadikan rujukan dasar hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk umum yang menginformasikan bahwa disediakannya suatu mekanisme tertentu untuk mengisi kekosongan jabatan wakil bupati. Pasal tersebut yakni Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Sementara itu dalam undang-undang tentang pemilihan kepala daerah sayangnya tidak terdapat pengaturan yang eksplisit yang dapat dijadikan rujukan atau pegangan dalam pengisian kekosongan jabatan wakil bupati. Setidaknya ada dua pasal yang berkaitan dengan pengisian kekosongan jabatan wakil bupati yaitu Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Kendatipun demikian ketentuan dalam pasal inipun tidak bisa dijadikan rujukan dasar hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk umum yang menginformasikan bahwa disediakannya suatu mekanisme tertentu untuk mengisi kekosongan jabatan wakil bupati. Pasal tersebut yakni Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Kedua Pasal ini dikatakan tidak dapat dijadikan pegangan atau rujukan
sebab yang diatur di dalamnya adalah jika terdapat kekosongan jabatan bupati
dan wakil bupati secara bersamaan, seperti yang diatur dalam Pasal 174. Adapun
Pasal 176 diantaranya pada ayat (1) menyatakan bahwa “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti
karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil
Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme
pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari
Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung”.
Dari ketentuan Pasal 176 ini yang paling mendekati dan yang mengarah pada mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil bupati adalah ketentuan Pasal 176 ayat (4) dan ayat (5). Pasal 176 ayat (4) menyatakan bahwa “Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut”. Selanjutnya Pasal 176 ayat (5) menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Dari ketentuan Pasal 176 ini yang paling mendekati dan yang mengarah pada mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil bupati adalah ketentuan Pasal 176 ayat (4) dan ayat (5). Pasal 176 ayat (4) menyatakan bahwa “Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut”. Selanjutnya Pasal 176 ayat (5) menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Pembentuk undang-undang lalai dalam merumuskan kedua
pasal ini, seharusnya mencantumkan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya
kekosongan jabatan wakil kepala daerah seperti keadaan yang semula wakil bupati
menjadi bupati. Ini jelas merupakan suatu kondisi yang berbeda dengan kondisi
yang disebutkan dalam Pasal 176 ayat (1) tersebut diatas. Dalam hal kekosongan
jabatan wakil bupati di Kabupaten Kampar tidak disebabkan Wakil Bupati berhenti
karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Karena itu dua
pasal ini (Pasal 174 dan Pasal 176 UU No. 10 Tahun 2016) tidak mengakomodir secara
eksplisit kondisi yang terjadi di Kabupaten Kampar.
Namun sungguhpun demikian pasal 176 ayat (4) dan ayat (5) dapat dijadikan petunjuk dalam melakukan pengisian jabatan wakil bupati, seperti saya katakan bahwa ketentuan ini meski tidak dapat dijadikan rujukan dasar, tetapi dapat dijadikan petunjuk. Terlebih Pasal 89 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tegas menyatakan bahwa “Apabila wakil kepala daerah berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4), pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”.
Yang penting diperhatikan dalam rumusan pasal ini adalah kata “......pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”. Dan peraturan perundang-undangan itu tidak hanya berupa undang-undang, undang-undang hanyalah salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan. Adapun amanat Pasal 176 ayat (5) tersebut diatas bahwa “ketentuan lebih lanjut.....diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Namun sungguhpun demikian pasal 176 ayat (4) dan ayat (5) dapat dijadikan petunjuk dalam melakukan pengisian jabatan wakil bupati, seperti saya katakan bahwa ketentuan ini meski tidak dapat dijadikan rujukan dasar, tetapi dapat dijadikan petunjuk. Terlebih Pasal 89 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tegas menyatakan bahwa “Apabila wakil kepala daerah berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4), pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”.
Yang penting diperhatikan dalam rumusan pasal ini adalah kata “......pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”. Dan peraturan perundang-undangan itu tidak hanya berupa undang-undang, undang-undang hanyalah salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan. Adapun amanat Pasal 176 ayat (5) tersebut diatas bahwa “ketentuan lebih lanjut.....diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun
2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan,
dan Pemberhentian Kepala daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan Pemerintah ini
merupakan peraturan lama meskipun pengaturan tentang pengisian kekosongan
jabatan wakil kepala daerah sangat sumir, peraturan ini masih berlaku untuk
dijadikan pedoman dalam pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
Terkait dengan kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur dalam Pasal 31 ayat (2a) menyatakan bahwa “untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD”.
Seperti yang kita ketahui bahwa masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kampar adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak Februari 2017 sampai dengan Februari 2022, karena itu masih tersisa sekitar 3 (tiga) tahun lagi. Dan seperti yang kita ketahui bahwa sejak Wakil Bupati Bapak Catur Sugeng Susanto menggantikan Bupati Bapak Aziz Zainal yang wafat dalam masa jabatannya, maka di Kabupaten Kampar terjadi kekosongan jabatan wakil bupati, sehingga berdasarkan amanat Pasal 31 ayat (2a) tersebut diatas Bupati harus mengajukan 2 (dua) orang calon wakil bupati berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Terkait dengan kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur dalam Pasal 31 ayat (2a) menyatakan bahwa “untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD”.
Seperti yang kita ketahui bahwa masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kampar adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak Februari 2017 sampai dengan Februari 2022, karena itu masih tersisa sekitar 3 (tiga) tahun lagi. Dan seperti yang kita ketahui bahwa sejak Wakil Bupati Bapak Catur Sugeng Susanto menggantikan Bupati Bapak Aziz Zainal yang wafat dalam masa jabatannya, maka di Kabupaten Kampar terjadi kekosongan jabatan wakil bupati, sehingga berdasarkan amanat Pasal 31 ayat (2a) tersebut diatas Bupati harus mengajukan 2 (dua) orang calon wakil bupati berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Karena itu prinsipnya persoalan ini dikembalikan dan
menjadi tanggung jawab partai pengusung pada Pilkada 2017 lalu dan menjadi
tanggung jawab Bupati Kampar saat ini. Adapun tugas DPRD adalah memilih salah satu dari dua orang yang
diusulkan oleh partai politik pengusung melalui mekanisme yang ada dalam Tata
Tertib DPRD mengacu pada Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPRD. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tersebut dalam hal Rapat Paripurna, jika tidak memenuhi quorum maka dapat dilakukan penundaan sampai dua kali sehingga
mencapai quorum.
Tetapi jika setelah dua kali penundaan belum juga quorum, maka pengambilan keputusan diserahkan ke pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi untuk bermusyawarah mufakat atau dengan mekanisme suara terbanyak. Hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat (7), (8), dan (9) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Seperti yang kita ketahui pada Pilkada Kampar tahun 2017 lalu, pasangan calon Aziz Zainal dan Catur Sugeng Susanto diusung oleh PKB, PPP, Gerindra, PKS, Golkar dan Nasdem. Partai inilah yang akan menentukan dua orang calon Wakil Bupati Kampar untuk diajukan kepada DPRD melalui Bupati Kampar dan selanjutnya akan dipilih oleh DPRD.
Tetapi jika setelah dua kali penundaan belum juga quorum, maka pengambilan keputusan diserahkan ke pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi untuk bermusyawarah mufakat atau dengan mekanisme suara terbanyak. Hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat (7), (8), dan (9) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Seperti yang kita ketahui pada Pilkada Kampar tahun 2017 lalu, pasangan calon Aziz Zainal dan Catur Sugeng Susanto diusung oleh PKB, PPP, Gerindra, PKS, Golkar dan Nasdem. Partai inilah yang akan menentukan dua orang calon Wakil Bupati Kampar untuk diajukan kepada DPRD melalui Bupati Kampar dan selanjutnya akan dipilih oleh DPRD.