Selasa, 25 Agustus 2020

Keberatan DKPP Atas Putusan PTUN Terkait Pemberhentian Komisioner KPU RI

Keberatan DKPP Atas Putusan PTUN Terkait Pemberhentian Komisioner KPU RI

Oleh: Syahdi

(Pemerhati Hukum Tata Negara)            

Pada Maret 2020 lalu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Putusan Nomor 317/2019 memberhentikan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU RI. Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 yang melibatkan caleg Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc. Menindaklanjuti Putusan DKPP, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.

Namun demikian, Evi lantas menggunggat Keppres tersebut ke PTUN. Setelah melalui serangkaian persidangan, pada Kamis (23/7/2020) PTUN menyatakan mengabulkan gugatan Evi untuk seluruhnya. Melalui putusan itu, PTUN memerintahkan Presiden mencabut surat keputusannya mengenai pemberhentian Evi. Dalam amar putusannya PTUN memerintahkan Presiden untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan atau jabatan Evi sebagai Komisioner KPU RI masa jabatan 2017-2022. Sebagaimana kita ketahui Presiden menerima putusan PTUN dan tidak memutuskan banding serta menindaklanjuti putusan itu. Dengan demikian putusan PTUN telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. Dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) laman resmi PTUN, ada 5 butir putusan dalam perkara bernomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu. Kelimanya yakni:

1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M.SP.                                             

3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M. SP

4. Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan

5. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.

Kendatipun demikian, DKPP menilai bahwa pencabutan Keputusan tersebut oleh Presiden atas Surat Keputusan sebelumnya dinilai sudah tepat sebab keputusan DKPP final and binding, tidak bisa diganggu gugat sehingga dari awal memang tidak perlu melibatkan Presiden. DKPP meminta KPU melaksanakan putusan DKPP, "bukan" putusan PTUN. DKPP juga menyarankan agar KPU mengutamakan integritas penyelenggaraan pemilu daripada mempertahankan jabatan individu (Evi Novida Ginting Manik), dengan kata lain KPU harus melaksanakan keputusan DKPP. Artinya, DKPP tidak mempertimbangkan putusan PTUN yang mengabulkan gugatan komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik. Saya fikir ini tidak baik bagi berbangsa dan bernegara yang benar.

Saya berpendapat bahwa putusan pengadilan yang inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum tetap) haruslah dihormati yaitu dengan menerima dengan lapang dada dan melaksanakan isi putusan apa adanya. Dalam hal ini DKPP yang pada dasarnya juga adalah lembaga peradilan yaitu sebagai lembaga peradilan etik harus satu persepsi dengan putusan PTUN karena itu harus diterima terlepas dari misalnya tepat atau tidak tepat pertimbangan hukum dan penerapan hukum oleh pengadilan yang bersangkutan yaitu dalam hal ini PTUN, bagaimanapun putusannya haruslah diterima. Sebab putusan pengadilan merupakan solusi atas konflik yang terjadi.

DKPP sebagai peradilan etik penting untuk menunjukkan sikap yang mendidik bangsa ini yaitu dengan menerima dan melaksanakan putusan PTUN apa adanya sebagai putusan yang inkracht van gewijsde. Satu hal yang tampaknya DKPP miss understanding, bahwa dengan dicabutnya keputusan sebelumnya oleh Presiden tidak lantas bahwa Presiden melaksanakan putusan DKPP yaitu dengan tidak mencampuri mekanisme internal yang dilakukan DKPP. Dan bukan pula berakibat PTUN kehilangan objek gugatan. Sebab pencabutan keputusan itu dilakukan pasca PTUN mengeluarkan putusannya. Sehingga pemahaman yang benar yaitu Presiden menerima dan melaksanakan putusan PTUN, tidak seperti yang dipahami oleh DKPP yaitu Presiden mengambil sikap untuk tidak mencampuri mekanisme internal DKPP.

Adapun pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa PTUN tidak berwenang mencampuri mekanisme internal DKPP harus dipahami dengan baik, bahwa memang proses sidang dan apapun putusan DKPP tidak boleh dicampuri oleh PTUN. Hanya masalahnya Presiden menindaklanjuti putusan DKPP dengan mengeluarkan surat keputusan. Jika sudah terbit surat keputusan, maka sudah dapat dijadikan objek gugatan PTUN sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Maka dalam hal ini gugatan yang diajukan ke PTUN atas keputusan Presiden tidak dapat dipahami sebagai intervensi PTUN dalam beracara yang dilakukan DKPP. 

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...