Minggu, 31 Januari 2021

Alam Manusia

 

Alam Manusia

Oleh: Syahdi

Ini adalah riwayat tentang sejarah manusia penghuni bumi. Dari atas sana para malaikat Tuhan mulai yang terbesar sampai yang paling kecil bercengkrama tentang kerumunan makhluk kecil yang tiada henti mengepulkan asap ke langit. Seperti kumpulan semut yang hampir tak terlihat tapi selalu riuh, keruh, bergejolak dan macam-macam yang dikerjakannya. Itulah dia manusia, makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan yang maha kuasa. Ada kalanya manusia itu mampu menyamai kemuliaan dan keutamaan malaikat dengan keimanan yang mengagumkan. Tapi ada juga bahkan banyak sekali manusia yang lalai dan jatuh hina menyamai binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Makhluk sebaik-baik penciptaan itu selalu relatif dalam urusan-urusan keutamaan ketimbang keutamaan malaikat yang selalu tetap dan mungkin hampir tak terjadi dinamika apapun sesama mereka.

Ada di tengah manusia itu para penganjur kebaikan, pengajar keseimbangan alam, pembimbing kepada perilaku yang menuju pada keutamaan. Mereka ini mengajarkan manusia tentang memaknai kehidupan. Dikatakannya: "tidakkah kalian lihat langit di atas sana?, siapakah yang membuatnya begitu indah?, lihatlah matahari itu, bulan itu, pergantian siang dan malam yang selalu tetap. Apa maksud semua itu, mengapa dia ada, untuk apa dia ada, siapakah yang memiliki kekuasaan mengendalikannya?, kekuasaan macam apa yang dapat menciptakannya, siapakah yang menciptakannya, untuk siapakah semuanya diciptakan?. Dialah Tuhan, Allah, pemilik kesempurnaan kesemestaan dengan perbendaharaan yang luas dan lengkap di sisinya. Semuanya ini dan itu diciptakan untuk manusia, inilah alamnya manusia itu, alam asli, alam hakikat yang kaya dengan kedalaman makna".

Dari bumi ini ditumbuhkannya tanaman untuk keperluan manusia, lalu dengan akal manusia mengolah tanaman itu menjadi makanan agar mereka bisa bertahan hidup, merajut pakaian dan membentuk peradaban. Lalu dari atas tanaman itu Allah Tuhan Yang Maha Baik menurunkan hujan sehingga suburlah dan bertambah banyaklah bertumbuhan aneka jenis tanaman untuk menopang kehidupan di bumi. Lalu manusia minum dari air yang tawar, membersihkan diri dan mengalirinya untuk pertanian, wisata, pembangkit listrik yang kelak dengan listrik itu bumi yang semula gelap pekat di saat malam menggulung siang, seketika malam menjadi terang seperti di waktu siang. Banyak yang terjadi pada bumi mulai dari lebatnya hutan sampai pada lebatnya gedung-gedung yang menggantikan peradaban hutan rimba raya yang semula menghijaukan bumi.

Manusia memang makhluk terpandai dengan peralatan terhebat berupa akal. Dari akal itu tumbuhlah nalar yang senantiasa mengeksplorasi alam yang luas tak bertepi, konstruksi pemikiran dengan permusan yang lengkap, postulat-postulat logika dan moral, konsep-konsep, argumentasi, ambisi-ambisi, kolonialisasi, revolusi, propaganda hingga konspirasi. Demikianlah manusia membentuk peradabannya dengan usaha keras. Diantara sesamanya manusia berbeda-beda dalam mengambil jalan menuju keutamaannya, ada yang utama dengan materi, kedudukan, kemasyhuran. Ada yang utama dalam ilmu dan pengaruh sehingga mampu menggerakkan ribuan bahkan jutaan manusia lainnya, ada yang utama dalam perilaku yang mengagumkan bahkan masyhur sampai ke alamnya malaikat, semisal Uwais Al-Qorni, para nabi dan sahabat terkemuka, orang-orang shaleh dengan sejarah kehidupan yang memukau penduduk langit.

Di tengah manusia itu pula ada yang menyukai hidup yang aman, tentram dan kehidupan yang seimbang dalam membangun riwayat kesejarahan sebagai sebuah kelompok besar yang mereka sebut "bangsa". Apa bangsa itu, mereka terjemahkan sendiri menurut pengalaman, suka-duka, kesamaan tempat hidup dan segala apa yang memungkinkan mereka dapat diikat dalam satu ikatan besar menjadi sebentuk identitas yang dapat dikenali dan dibedakan dengan ikatan lainnya. Dari sini kemudian manusia-manusia yang tersebar milyaran banyaknya di seluruh penjuru alam berupaya menemukan jati dirinya, membangun kehidupan, menata kota serta negara menurut pendapat dan kemampuan yang mereka miliki. Antar bangsa itu saling menguji kepandaian dan bersaing untuk mempertinggi kedudukan dihadapan bangsa lain, lalu mereka menemukan frasa-frasa yang dianggap mewakili persaingan itu. Mereka menyebut frasa "negara maju" atau "bangsa yang maju", "negara berkembang", "negara miskin", "budaya", "kearifan lokal" dan lain sebagainya. 

Bangsa itu bahkan demi untuk menjamin dan meneguhkan ketinggiannya dari bangsa lain sering pula terjebak pada sikap saling merendahkan. Misalnya budaya Indonesia dikatakan lebih tinggi, lebih baik, lebih beradab dan lebih maju daripada budaya arab. Ini sering keluar dari mulut tokoh-tokoh NU di bawah kepengurusan Said Aqil Siradj, tak terkecuali dari beliau sendiri. Demi untuk menunjukkan simpatinya pada budaya Indonesia lalu hendak mengingkari kenyataan bahwa Islam di manapun termasuk di Indonesia berasal dari tanah arab dengan praktik tradisi yang sejalan dengan nilai-nilai keislaman yang tinggi yang dicontohkan oleh si Suri Tauladan umat Islam yakni Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassallam. Ternyata dari sini kita menyaksikan, sungguh terang sekali chauvunisme dapat berangkat dari fanatisme buta terhadap budaya dengan membenturkan budaya yang satu dengan yang lain. Persaingan antar bangsa itu dibentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan itu disebut pengembaraan "isme-isme". Dari kolonialisasi atau kolonialisme yang di dalamnya terpelihara feodalisme, sosialisme-komunisme, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, feminisme, humanisme demikian seterusnya. 

Singkatnya, gejolak, revolusi dan perang banyak membentuk sejarah peradaban manusia di alam raya. Pagi-pagi manusia birokrat berhamburan menuju pada kegiatan rutin, sehingga jalanan menjadi penuh dan bising dengan asap kendaraan hasil olah kepandaian akal manusia mengambang di sepanjang jalanan. Demikian pula anak manusia yang telah bersiap berangkat mendatangi sekolah dan perguruan tinggi untuk menimba ilmu dari sekelompok manusia lainnya yang telah di angkat menjadi pendidik yang menunjukkan pada hidup yang berakal budi. Orang tua pun selalu bergegas memasuki lapangan pencaharian kehidupan untuk beroleh sejumlah upah, dengan upah itu mereka menafkahi anak-istri, menyekolahkan anak-anaknya dan mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai garis takdir itu telah selesai seluruhnya dari apa yang ditetapkan tuhan atasnya. Di sekolah demikian pula perguruan tinggi terjadi pertarungan hebat antara kesempatan mendapatkan ilmu, kelobaan materi dan perbudakan maupun pembodohan yang masif. Para pendidik untuk sebagian besar maupun kecil telah melupakan dan mengabaikan keberadaan mereka dalam dunia akal budi yang seharusnya menuntun anak manusia pada kepribadian dan perilaku yang luhur. 

Para pendidik ternyata telah banyak dihinggapi kesenangan duniawi yang banyak memberikan harapan dan mengabulkan berbagai keinginan. Anak- anak manusia menjadi objek yang diperbudak, diperas demi materi lalu kepada mereka cukup diberi nilai yang tinggi sehingga mereka tidak perlu lagi berpikir. Demikian sekolah telah memasung akal budi dan menjadi penggagas kebodohan, menjadi pabrik yang mencetak generasi bodoh di mas depan. Lain lagi dengan manusia yang telah sampai pada kedudukan sebagai manusia birokrat. Mereka ini adalah lulusan dari perguruan tinggi baik yang ternama ataupun biasa-biasa saja, bahkan sebagian diantaranya ada yang pernah bersekolah di pesantren menjadi latar belakang riwayat pendidikan mereka. Mereka kini adalah para sarjana dengan gelar yang berjejeran di depan namanya. Manusia birokrat ini banyak ragamnya, tapi kecenderungan yang paling umum tergambar dalam rupa yang pongah, terkenal sebagai pemuja kemasyhuran, penyembah berhala materi di samping mereka juga gemar berdakwah seakan mereka pembimbing kepada moralitas yang paripurna. Kondisi seperti itu terus bertahan sekian lama, lama sekali tak diketahui kapan akan berakhir. 

Disebabkan mereka membai'at diri mereka sebagai petunjuk kepada jalan kehidupan yang lurus, maka sabda dan fatwa mereka harus di dengar dengan semangat sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami patuh). Kendatipun dalam kekuasaannya terdapat cendekia, maka siapapun harus selalu dianggap bodoh, tidak mengerti apapun, selalu salah, gemar bermalas-malasan, suka berpecah-pecah, susah bersatu. Tapi itulah yang mereka anggap garis takdir yang sebenarnya setelah mereka berhasil merevisi garis takdir yang telah ditetapkan sang pencipta alam manusia. Sebuah hipotesa pun akhirnya dapat dirumuskan, bunyinya kurang lebih begini: "Di rumah anak-anak di tipu orang tua, di bodoh-bodohi orang tua, di sekolah/perguruan tinggi anak-anak diperas dan di eksploitasi sebagai objek penambah penghasilan dan kekayaan, di tempat kerja di eksploitasi oleh kelobaan manusia birokrat". Demikian pula hipotesa lain telah dirumuskan: "sebagian dari eksploitasi dan penindasan diajarkan di rumah, sebagian di sekolah/perguruan tinggi, dan sebagian sisanya di birokrasi". Patut sekali dan sangat disayangkan, sudah puluhan tahun, bahkan di belahan lain alam manusia sudah ratusan tahun keadaan seperti ini terus terjadi dan berulang terus. Tak ada satu pun manusia yang mau mengubah kondisi seperti itu. 

Dibiarkan terus, entah sebab tidak mampu atau memang tak ada keinginan mengubahnya. Sebab boleh jadi banyak manusia telah merasa aman dan nyaman dengan kondisi yang buruk sekalipun menjauhkan mereka dari keutamaan. Mungkin saja mereka telah terbuai dengan kenikmatan duniawi sehingga tak perlu lagi memikirkan kehidupan paripurna yang sejahtera, aman dan damai untuk manusia secara keseluruhannya sebagaimana hal itu adalah tujuan mereka di ciptakan Rabb nya. Lukisan tentang hidup yang materialistik dengan pemberhalaan yang di puja-puji tentu tak semua dapat disepakati terutama oleh para penganjur, pengajar keseimbangan alam atau para pembimbing kepada perilaku yang menuju keutamaan sebagaimana terpampang di muka sekali dari penulisan tulisan ini. Namun kisah kehidupan makhluk bernama manusia ini telah diceritakan selama berabad-abad dalam sejarah kemanusiaan di alam ini. Inilah alam manusia itu, penuh tragedi, pemberontakan, kesepakatan yang diingkari, perdamaian yang diciptakan dengan perang, nalar yang diberangus habis dan kesempatan untuk berpikir cerdas dan luas yang dipenjarakan kehendak dari para penyembah berhala-berhala materi dan kemasyhuran dalam kedudukan yang sangat mendambakan kesenangan duniawi. 

Revolusi cendekia pernah bergelora dan membakar sebagian bumi yakni, di eropa pada abad pertengahan. Sementara manusia eropa mendapat petunjuk dan inspirasi melakukan revolusi renaissance dari kota ilmu dunia yakni Andalusya (Spanyol) yang memimpin peradaban umat manusia selama lebih kurang 8 abad, yakni sebuah kota yang diperintah oleh pemimpin yang cerdas, berani, alim, dan adil yang memerintah berdasarkan hukum Allah Yang Maha Kuasa. Kini kejayaan telah berbalik memukul mundur dan membalikkan keadaan. Manusia yang menyebut diri mereka "bangsa" itu telah dirundung kemunduran, kebodohan, penderitaan, dan kelaparan yang disebabkan oleh segelintir manusia penyembah berhala duniawi. Kelak pemberhalaan materi, kemasyhuran dan kesenangan duniawi ini harus ada yang mengakhirinya agar peradaban manusia yang sesungguhnya sebagai insan pengabdi kepada tuhan kembali tegak seperti sedia kala. Inilah alam manusia, hiruk pikuknya terdengar sampai ke atas langit sana. 

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...