Kamis, 29 Februari 2024

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H

(Pemerhati Hukum Tata Negara)

Beberapa hari pasca pemungutan suara pemilu penggunaan hak angket oleh DPR yang ditujukan pada penyelenggara pemilu bahkan diduga mengarah pada Presiden ramai dibicarakan banyak orang. Hal ini diantaranya disebabkan ketidakpercayaan terhadap hasil perolehan suara pemilu yang saat ini dalam tahapan rekapitulasi yang diduga banyak kecurangan. Koalisi partai politik peserta pemilu Paslon Presiden dan Wakil Presiden Ganjar-Mahfud dan Anis-Muhaimin mendorong agar DPR menggunakan hak angket untuk mengusut dugaan praktik kecurangan dalam pelaksanaan pemilu. 

Secara konstitusional hak angket diatur dalam Pasal 20A UUD NRI Tahun 1945 bahwa "DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat". Penggunaan hak angket diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau lazim dikenal dengan UU MD3 menyebutkan bahwa "Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan".

Penggunaan hak angket oleh DPR dapat berlanjut pada hak menyatakan pendapat. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 79 ayat (4) huruf b UU No. 17 Tahun 2014 bahwa "hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket". Ujung dari penggunaan hak angket adalah hak menyatakan pendapat yang tidak lain merupakan rekomendasi DPR kepada Mahkamah Konstitusi berupa pengajuan permintaan agar Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR.

Jika pada hak interpelasi DPR dapat disebut menjalankan fungsi penyelidikan, maka pada hak angket DPR dapat disebut menjalankan fungsi penyidikan (meskipun UU menyebut penyelidikan). Sementara itu hak menyatakan pendapat akan menjadi rekomendasi untuk mengadili pihak yang menjadi sasaran angket DPR ke peradilan konstitusi atau Mahkamah Konstitusi.

Hanya saja jika hak angket mengenai Presiden dan/atau Wakil Presiden dan berlanjut hak menyatakan pendapat kemudian meminta agar keabsahan atau legitimasi Presiden dan/atau Wakil Presiden diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, maka jelas hal itu bukan ranahnya MK. Sebab MK tidak memiliki kompetensi absolut memeriksa, mengadili dan memutus dugaan pelanggaran pemilu oleh Presiden. Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 sudah mengunci kewenangan MK. Terkait dengan pemilu, MK hanya berwenang memeriksa dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. 

Lagi pula substansi hak angket adalah untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah. Dalam konteks pemilu, yang melaksanakan undang-undang adalah KPU, Bawaslu dan DKPP, bukan Presiden. Dalam Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang hak angket disebutkan sasaran hak angket adalah pada kebijakan Pemerintah, frasa Pemerintah ditulis dengan huruf "P" kapital yang dimaksudkan adalah pemerintah dalam artian sempit yakni Presiden, bukan pejabat ataupun penyelenggara negara yang lain. 

Lain halnya jika frasa pemerintah ditulis dengan huruf "p" kecil maka menandakan pemerintah dalam artian yang luas yang memungkinkan DPR dapat melakukan angket semua pejabat atau penyelenggara negara. Oleh sebab itulah tidak tepat DPR melakukan angket terhadap penyelenggara pemilu seperti KPU.

Dengan demikian tidak tepat DPR menggunakan hak angket terkait dengan pelaksanaan undang-undang dan atau/kebijakan Pemerintah oleh Presiden ataupun melakukan angket pada penyelenggara pemilu dalam dugaan pelanggaran pemilu. Soal DPR berhak ya secara konstitusional DPR memang berhak melakukan angket. Tapi tidak tepat DPR menggunakan angket untuk meminta pertanggungjawaban Presiden dalam praktik dugaan pelanggaran pemilu.

Jika memang terdapat dugaan pelanggaran pemilu maka UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menentukan dapat ditempuh melalui prosedur peradilan etik yaitu diselesaikan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika KPU dan/atau Bawaslu diduga melakukan pelanggaran etik. Namun jika terdapat dugaan pelanggaran administrasi oleh KPU terkait dengan penghitungan dan rekapitulasi oleh KPU maka dapat diselesaikan oleh Bawaslu. Tetapi jika yang terjadi adalah dugaan pidana pemilu maka penyelesaiannya ada pada Bawaslu dan Sentra Gakkumdu. Sebab itulah saya menilai hak angket DPR tidak tepat ditujukan pada Presiden terlebih lagi pada penyelenggara pemilu dalam konteks dugaan pelanggaran pemilu.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...