Jumat, 26 Oktober 2018

Perihal Peserta Pemilu dan Pelaksana Kampanye


Perihal Peserta Pemilu 
dan Pelaksana Kampanye

Oleh: Syahdi, S.H
(Pemerhati Hukum Tata Negara)

Dari sekian banyak hal yang dibicarakan dalam pemilu, satu diantaranya adalah perihal peserta pemilu. Sebab dalam praktiknya telah menimbulkan persepsi yang kurang tepat sehingga telah pula menimbulkan kerancuan dalam memahami suatu norma hukum. 

Hal itu wajar saja menghinggapi penyelenggara pemilu dalam memahami suatu norma hukum, karena memang norma hukum sendirilah yang menciptakan ketidakjelasan itu. Misalnya UU Pemilu dan PKPU dalam menterjemahkan apa itu peserta pemilu tak lain sebetulnya adalah efek dari ketidakjelasan pengaturan konstitusional. 

Pasal 22E ayat (2)  UUD 1945 menyatakan, Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD. Pada ayat (3) menyatakan bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik. Lalu pada ayat (4) menyatakan peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. 

Yang janggal disini tidak diatur tentang peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Justru diatur secara berbeda dan dalam pasal yang berbeda yaitu pada Pasal 6A ayat (2) menyatakan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik  peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Sementara itu dalam UU No. 7 tahun 2018 dan PKPU No. 23 Tahun 2018 menterjemahkan Peserta Pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan Partai Politik untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Tidak jelas apa dasar argumentasi yuridis MPR membuat norma seperti ini dalam UUD 1945. Dilihat dari segi subjek yang mengusulkan, sebetulnya peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah partai politik, sama dengan calon anggota DPR dan DPRD yang pencalonannya diusulkan oleh partai politik. 

Dengan kata lain peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta calon anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Hanya bedanya pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden terdiri dari beberapa partai politik (koalisi), sedang pada pemilu anggota DPR dan anggota DPRD tidak diusulkan oleh gabungan atau beberapa partai politik. Melainkan hanya diusulkan oleh partai politik calon yang bersangkutan. 

Dalam pemilu anggota DPR dan DPRD tidak mengenal adanya koalisi. Sebenarnyapun keberadaan presidenthial treshold yang menciptakan koalisi dalam Pilpres tidak dikenal di negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidential. Sudah sering dikritik oleh para pakar tentang ini, sayapun juga sudah banyak menulis tentang ini. Tapi mungkin persoalan ini baiknya 
dibicarakan pada kesempatan yang lain.

1. Calon anggota DPR dan DPRD Peserta Pemilu atau Pelaksana Kampanye?

Mengenai defenisi peserta pemilu dapat kita baca dalam ketentuan umum baik pada UU Pemilu maupun dalam Perbawaslu. Sekedar untuk diketahui bahwa segala yang diatur dalam ketentuan umum pada setiap peraturan perundang-undangan kedudukannya merupakan penafsiran otentik yang sangat dibutuhkan dalam pembuktian persidangan pengadilan. 

Diskresi hakim dalam mengadili dan memutus perkara terletak pada kebebasan melakukan penafsiran. Dan diantara jenis penafsiran itu ada penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, penafsiran sosiologis, dan lainnya, terutama yang jadi acuan hakim peradilan dalam mengadili dan memutus suatu perkara adalah penafsiran otentik. 

Berdasarkan defenisi yang diberikan oleh undang-undang maupun perbawaslu, peserta pemilu anggota DPR, DPRD adalah partai politik. Maksudnya, peserta pemilu yang berkompetisi dalam kontestasi pemilu adalah partai politik. Tetapi partai politik hanya dapat berkompetisi dalam kontestasi pemilu melalui perantaraan kadernya yang mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR, ataupun DPRD. Beda dengan calon anggota DPD, orang yang bersangkutan langsung menjadi peserta pemilu. Tidak ada keterlibatan partai politik dalam pencalonan, pembiayaan maupun konsolidasi pemenangan calon dalam pemilu.

Saya tidak sependapat mengatakan calon anggota DPR dan anggota DPRD dikatakan sebagai pelaksana kampanye. Peserta pemilu dan pelaksana kampanye terdapat perbedaan yang jelas dan mendasar. Pada pemilu anggota DPR dan DPRD peserta pemilunya adalah partai politik, walaupun praktiknya dilakukan melalui perantaraan kadernya sebagai calon anggota DPR dan DPRD. 

Dengan begitu calon anggota DPR dan DPRD adalah peserta pemilu tak langsung. Sedangkan pelaksana kampanye Pasal 1 angka 22 PKPU No 23 Tahun 2018 tegas menyatakan bahwa Pelaksana Kampanye adalah pihak-pihak yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk melakukan kegiatan kampanye. Dengan kata lain Pelaksana Kampanye adalah pihak-pihak yang ditunjuk oleh partai politik. Karena itu menyamakan calon anggota DPR dan DPRD sebagai Pelaksana Kampanye menurut saya tidak tepat.

Peserta Pemilu dan Pelaksana kampanye adalah dua hal yang berbeda sama sekali. Agar terbentuk kesatuan pemahaman yang utuh tentang Pelaksana Kampanye, dalam memahami suatu peraturan perundang-undangan kita perlu memahami pasal-pasal secara utuh dengan mengaitkannya satu sama lain. Pasal 1 angka 21 PKPU No 23 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa Kampanye pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. 

Substansi yang termaktub dalam pasal tersebut adalah baik Peserta Pemilu ataupun pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu dalam kampanye pemilu sama-sama melakukan kegiatan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. Pihak lain yang ditunjuk tersebut keberadaannya diperlukan dan bersifat diperbantukan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...