Minggu, 04 November 2018

Pemecatan Anggota DPR Oleh Parpolnya Dalam Sudut Pandang Hukum Tata Negara


Pemecatan Anggota DPR Oleh Parpolnya Dalam Sudut Pandang Hukum Tata Negara

Oleh: Syahdi, S.H
(Pemerhati Hukum Tata Negara)

Pada tahun yang lalu, banyak anggota DPR fraksi PKS walk out dalam suatu rapat yang dipimpin Fahri Hamzah. Tidak hanya sampai disitu, mereka mengultimatum jika kedepan rapat DPR Fraksi PKS masih dipimpin Fahri, maka tidak akan ada yang hadir lagi. Seperti diketahui bahwa Fahri Hamzah dipecat partainya (PKS), Fahri bukan kader PKS lagi. 

Atas dasar itulah penolakan bergulir dikhawatirkan rapat dan hasil rapat tidak memiliki legitimasi (keabsahan). Lebih jauh sebetulnya anggota DPR Fraksi PKS mengatakan bahwa Fahri sudah tidak legitimate sebagai anggota DPR, penilaian ini tentu juga berdampak terhadap kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR. Pemikiran seperti ini tidak tepat. 

Memang anggota DPR itu kader parpol dan pada waktu pencalonan atau memutuskan maju mencalonkan diri sebagai anggota DPR diusung oleh parpol sebagaimana termaktub dalam konstitusi (Pasal 22E ayat (3) UUD 1945), hakikatnya pemilihan anggota legislatif adalah pemilihan parpol. 

Parlemen kamar DPR sesungguhnya diisi oleh parpol, parpol memperjuangkan aspirasinya melalui anggota DPR yang menjadi kadernya. Terdapat politik balas budi sebetulnya bila kita telaah. Sebab oleh karena parpol yang mengusung calon anggota DPR dan turut pula memperjuangkan kemenangannya, dan setelah berhasil menjabat, maka konsekuensi politis yang harus diterima adalah bahwa siapapun anggota DPR itu tidak boleh membangkang dan menentang kemauan partainya. 

Jika muncul pembangkangan, maka undang-undang parpol mengisyaratkan recall kepada anggota DPR oleh partainya. Namun yang menarik dalam kasus Fahri Hamzah, ia tidak di recall oleh partainya tetapi partainya tidak lagi mengakui Fahri sebagai kader alias sudah dipecat. Hal ini berdampak dari mangkirnya anggota DPR Fraksi PKS tidak sudi rapat dipimpin Fahri dengan alasan unlegitimate (tidak memiliki keabsahan).

Pendapat dari mereka yang mangkir itu tidak sepenuhnya benar, keabsahan atau legitimasi Fahri sebagai anggota DPR tetap melekat, sebab sewaktu pemilihan umum legislatif dia kader PKS, diusung PKS, dan menang pemilu. Kedudukan Fahri sebagai anggota DPR tetap legitimate, sebab rakyat yg memilihnya. 

Legitimasinya bersumber dari rakyat. Baik secara politik maupun secara hukum/konstitusional Fahri tetap legitimate. Pemberhentian anggota DPR sudah ditentukan dalam undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Kasus Fahri  dipecat parpolnya namun tidak ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh parpolnya (recall). 

Mengenai recall ini masih debatable, tapi saya berpendapat sebagaimana sudah saya terangkan dimuka, secara politis, hukum atau konstitusional Fahri tetap legitimate. Sebab legitimasinya bersumber dari rakyat dan ia sudah menempuh proses politik secara konstitusional. Mengingat derajat keabsahannya yang tinggi, tidak boleh parpol melakukan recall untuk. Tidak sepantasnya recall itu. 

Dalam negara demokrasi ini harus dipahami bahwa parpol bukan wakil rakyat, bukan manifestasi rakyat. Melainkan hanya fasilitator yg menghubungkan rakyat dg wakilnya yaitu anggota parlemen, yang menghubungkan rakyat dengan pemimpinnya yaitu Presiden dan Wakil Presiden. 

Anggota parlemen itulah yang secara nyata merupakan penjelmaan seluruh rakyat, yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Representasi anggota DPR tidak hanya ditandai dengan kehadirannya secara fisik di parlemen (representasi formal), namun juga representasi materil yaitu benar-benar aspiratif dan memperjuangkan aspirasi rakyat konstituennya secara utuh. 

Segala apapun yang dikehendaki rakyat kesanalah tujuan hendak diarahkan meskipun itu bertentangan dengan kemauan parpol/ penguasa parpolnya. Aspirasi dan arah kebijakan parpol seharusnya paralel dengan kemauan rakyat. 

Karena itu parpol dituntut untuk harus responsif terhadap fenomena dan dinamika kondisi akan kebutuhan hukum masyarakat. Politik balas budi atau balas jasa parpol sebagai fasilitator hendaknya tidak hanya didasarkan pada penilaian-penilaian di luar hukum yaitu politis semata-mata. 

Tapi konstitusi harus benar-benar dijiwai dan dipahami. Karena itu pemahaman, penjiwaan, pendalaman, terhadap hakikat kehidupan berbangsa dan bernegara itu sangatlah penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...