Rabu, 19 Desember 2018

Wacana Menjadikan Bawaslu Pengadilan Pemilu


Wacana Menjadikan Bawaslu 
Pengadilan Pemilu

Oleh: Syahdi, S.H
(Pemerhati Hukum Tata Negara)

Belakangan ini kembali terdengar kabar bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan dijadikan sebagai Pengadilan Pemilu yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu. Jika Bawaslu dijadikan Pengadilan Pemilu maka sengketa yang terjadi dalam proses atau tahapan pemilu sampai pada perselisihan penghitungan suara sepenuhnya mutlak menjadi kewenangan Bawaslu menyelesaikannya. Meski ada keinginan mentransformasikan Bawaslu sebagai Pengadilan Pemilu, hal itu tidak mudah untuk diwujudkan sebab berbenturan dengan UUD 1945. Secara konstitusional, Mahkamah Konstitusi tegas disebutkan dalam Pasal 24 C UUD 1945 berwenang memeriksa dan memutus yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum dan berwenang pula memutus pendapat DPR tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Tegas disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Karena itu jika ingin menjadikan Bawaslu sebagai Pengadilan Pemilu maka setidaknya Pasal 24C dan Pasal 22E UUD 1945 harus diubah, dan itu bukanlah hal yang mudah. Terakhir kali amandemen UUD 1945 yaitu pada 10 Agustus 2002. Lagi pula jika sekali UUD 1945 tersentuh perubahan (amandemen) maka tidak mungkin hanya akan mengubah Pasal 24 C dan Pasal 22E tersebut. Amandemen akan menjadi sia-sia jika hanya mengagendakan mengubah pasal tersebut terkait kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Ide-ide amandemen kelima UUD 1945 sudah sejak lama digaungkan, banyak hal yang ingin diubah dan diatur ulang seperti gagasan tentang memperkuat sistem presidensial, memperkuat kewenangan DPD, merekonstruksi anutan asas legalitas dalam KUHP melalui amandemen UUD 1945, mendudukkan ulang konsep HAM, mempertegas keberadaan dasar negara Pancasila, memperkuat pengaturan tentang Sumber Daya Alam yang berbasis kerakyatan dan peruntukannya memang benar-benar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, mendudukkan ulang soal pemilihan umum, mempertegas keberadaan Kejaksaan dalam UUD 1945, dan lain sebagainya.

Karena itu proses yang akan dilalui tidak mudah dan sangat panjang untuk menjadikan Bawaslu sebagai Pengadilan Pemilu. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh hanyalah dengan melakukan amandemen UUD 1945, kewenangan melakukan amandemen itu sepenuhnya ada pada MPR,  dan sampai hari ini MPR belum memutuskan untuk mengambil sikap melakukan amandemen UUD 1945. Selain karena butuh kajian akademik yang mendalam, juga disebabkan banyaknya kepentingan politik yang saling bersaing satu sama lain dan kekhawatiran akan terancamnya keutuhan NKRI sebagai sebuah negara yang didirikan diatas staatfundamentalnorm yaitu Pancasila sebagai dasar negara. Apalagi iklim politik belakangan ini sangat kental dengan persaingan ideologis, dan efeknya dapat kita lihat HTI dicabut status badan hukumnya, kebebasan mimbar para pendakwah seperti pengajian diawasi ketat bahkan banyak dibubarkan paksa karena dianggap radikal, ekstrem, anti kebhinakaan, anti NKRI, intoleran, dan lain sebagainya.

I. Mengapa Harus Amandemen?

Sebagai sebuah Negara Hukum dimana Hukum menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, maka apapun tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum bahwa suatu kebijakan diambil telah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Oleh sebab wacana transformasi Bawaslu menjadi Pengadilan Pemilu bersentuhan langsung dengan UUD 1945 karena itu persoalan ini mesti dijawab dengan argumentasi konstitusional.

Dan sebagai sebuah negara yang menganut supremasi hukum, konstitusi (UUD 1945) adalah hukum dasar, dan sebagai hukum dasar UUD 1945 menjadi acuan, referensi atau rujukan dasar untuk membentuk peraturan hukum yang ada dibawahnya.  Jika amandemen tidak dilakukan, lalu dibentuk undang-undang pengadilan pemilu, maka tentu saja dengan mudah akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena telah merampas kewenangan Mahkamah Konstitusi dan dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ormas Berseragam ala Militer: Dari Kebebasan Sipil, Konflik Sosial dan Potensi Instabilitas Pemerintahan

Ormas Berseragam ala Militer: Dari Kebebasan Sipil, Konflik Sosial dan Potensi Instabilitas Pemerintahan Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pe...