Jumat, 08 November 2019

Heraclitus, Filsuf Introvert dan Pemikiran Besarnya


Heraclitus, Filsuf Introvert dan Pemikiran Besarnya

Oleh: Syahdi, S.H

Heraclitus, lahir abad ke-lima tepatnya pada 540 dan meninggal kira-kira tahun 480 sebelum masehi. Heraclitus lebih muda dari Phytagoras, seumuran dengan Xenophanes gurunya Parmenides, dan lebih tua dari Parmenides, yaitu seorang filsuf yang pikirannya banyak membantah pikiran-pikiran Heraclitus. Heraclitus dikenal sebagai seorang penyendiri, suka menyendiri, lahir dari keluarga aristokrat (bangsawan), harusnya Heraclitus mewarisi harta kekayaan ayahnya tapi beliau tidak mau menerima dan mengelola warisan tapi menyerahkan semuanya pada saudaranya, sementara dia sendiri sibuk dan nyaman dengan menyendiri. Lebih menyenangi mengkaji diri sendiri dan mengkaji lingkungannya. Menyendiri dalam bahasa Islam kira-kira sepadan dengan kata uzlah, yaitu senang mengkaji diri sendiri. 

Heraclitus hidup di lingkungan masyarakat yang senang membuat kekacauan, malas berfikir, hanya mengikut saja pada tokoh tertentu atau massa (orang banyak). Lingkungannya inilah yang mempengaruhi bangunan filsafatnya. Pikirannya tergolong rumit dan sulit dipahami sehingga digelari the obscure, yaitu orang yang tidak jelas. Selain itu Heraclitus juga digelari sebagai the weeping philosopher yaitu filsuf yang suka menangis. Seorang pendiam, introvert dan mudah tersentuh. Pikiran-pikirannya pada akhirnya melahirkan gagasan misantropik, yaitu gagasan yang benci dengan manusia, memandang manusia itu rusak, bodoh, punya fikiran tapi tidak digunakan. Heraclitus menganggap orang disekitarnya bodoh, tidak intelek, cuma taunya mengenyangkan diri seperti kambing. 

Konon pemicunya adalah ketika warga Ephesus mengusir sahabatnya ke luar kota. Peristiwa itu membuat Heraclitus marah dan menyumpahi warga Ephesus, lebih baik semua gantung diri. Sebab manusia hidupnya hanya hobi dengan kerusakan, kekacauan. Heraclitus pernah mengatakan, “wahai orang-orang Ephesius yang tua gantung diri sajalah kalian supaya dunia ini lebih baik, tinggalkanlah dunia pada anak-anak muda yang jenggotnya belum tumbuh”. Menandakan bencinya Heraclitus pada orang-orang tua yang kacau sekali perilakunya. Bukannya menjadi tauladan bagi yang muda, seharusnya bijak dalam berperilaku ternyata malah membawa dan menginisiasi kekacauan dalam masyarakat. 

Heraclitus juga mengatakan bahwa masyarakatnya adalah masyarakat yang sakit. Heraclitus mengatakan, “kecerdasan atau pemahaman seperti apa yang mereka miliki, mereka hanya percaya kepada para tokoh masyarakat dan menjadikan massa sebagai guru tanpa tau bahwa banyak itu jelek dan sedikit itu baik”. Heraclitus melihat orang-orang hanya mengikut arus, kelompok orang banyak, mengikut saja, manut, taqlid atau fanatik buta, tidak mau menggunakan akalnya untuk berfikir. Bahwa mengikut orang banyak tidak selalu membawa kepada kebenaran, justru sering menyesatkan. Watak inilah yang ditentang oleh Heraclitus. Doktrin paling terkenal Heraclitus tentang perubahan, Heraclitus mengatakan, “engkau tidak akan bisa memahami dunia hanya dari filsafat alam, matematika atau logika, sebab secara hukum alam segala sesuatu berubah, matahari yang kemarin bukan lagi matahari hari ini”. 

Bedanya dengan Parmenides, Heraclitus lebih melihat aspek sekecil apapun segalanya mengalami perubahan. Sementara Parmenides melihat aspek universal yang tidak akan berubah. Ada ungkapan dari Heraclitus, “semuanya mengalir dan tidak ada satupun yang tetap”. Dalam doktrin perubahan Heraclitus juga dikenal ungkapan, “satu-satunya hal yang tetap adalah perubahan”, “tidak seorangpun dapat melangkah dua kali di sungai yang sama, karena sungai itu bukan lagi sungai yang sama dan dia juga bukan lagi orang yang sama”, “dalam perubahan kita menemukan tujuan”.

Logos Menurut Heraclitus

Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos. Logos itu memiliki banyak arti, ada yang mengartikan pikiran, akal, pola atau model. Tetapi menurut Heraclitus logos tidak dapat diartikan secara khusus, tidak digambarkan secara jelas, tidak dapat dipahami orang lain, karena logos adalah pemikiran orang itu sendiri. Pernyataan inilah yang menyebabkan Heraclitus dijuluki sebagai the obscure, yang diartikan si gelap, tidak jelas atau orang yang rumit. Logos itu dimiliki semua orang, kita harus membiarkan diri kita dituntun oleh apa yang umum. Dalam praktik sehari-hari misalnya, meskipun kita bebas berekspresi tetapi tetapi sesuai dengan lingkungan sekitar kita. 

Perubahan-perubahan yang terjadi menurut Heraclitus selalu memiliki pattern atau polanya sendiri. Selain perubahan, menurut Heraclitus hidup ini punya hakikat oposisi, yang dari opoisis itulah muncullah harmoni. Beda dengan kita yang selama ini menganggap harmoni atau keselarasan hnya ada dalam keseragaman. Lebih jauh Heraclitus mengatakan dalam dua hal yang bertentangan terdapat kesatuan. Misalnya, rasa kenyang muncul sebab ada rasa lapar, ada tua karena ada proses dari muda, ada orang kaya karena ada orang miskin, ada pemerintah ada rakyat, karena adanya perilaku yang jelek maka di lain pihak memunculkan perilaku yang baik, disebabkan gelap maka orang-orang memerlukan cahaya, sabar tidak akan muncul jika tidak ada marah, kebijaksanaan muncul karena  adanya kekurangajaran, dan lain sebagainya. 

Dalam perbedaan inilah terdapat harmoni kehidupan yang saling melengkapi dan berkaitan atau dialektis. Segala sesuatu muncul karena ada oposisi-oposisi. Oposisi membawa kenyamanan, kesesuaian dan konflik membawa kepada harmoni. Segalanya cair, dalam hidup tidak ada yang punya makna eksakta melainkan semuanya cair. Apa yang diucapkan seseorang yang menurutnya benar menurut orang lain pun juga benar. Hidup ini adalah dialektika antara yang benar dengan yang benar, bedanya hanya pada konteksnya saja. Lebih lanjut Heraclitus mengatakan semua hal yang diinginkan tidak semuanya selalu merupakan hal yang baik. Misalnya, jika berdo’a agar selalu diberikan kesehatan. Do’anya benar, tapi tidak selalu baik jika dikabulkan tuhan. 

Sebab kita tidak akan tau bagaimana nikmatnya sehat jika tidak pernah merasakan sakit, kita tidak akan pernah tau bagaimana caranya bersyukur jika tidak pernah sakit, demikian seterusnya. Atau misalnya, perang, meski buruk dan merusak, tapi keadaan damai muncul sebab terjadinya perang. Perang dapat memicu mulnya keinginan untuk membuat kesepakatan damai. Perang adalah kondisi biasa, bahwa perselisihan adalah keadilan,  dan segala sesuatu terjadi melalui tekanan perselisihan. Peranglah yang membuat kita seperti sekarang (hidup damai). Maka oposisi terlepas sebagai realitas dalam hidup, tapi oposisi dapat membentuk harmoni. 

Oposisi menurut Heraclitus muncul diantaranya dari perspektif. Misalnya, monyet yang paling bagus rupanya diantara monyet yang lain tetap lebih jelek dibandingkan dengan manusia. Oposisi isinya adalah perspektif-perspektif, perbandingan-perbandingan. Dalam pandangan tuhan semuanya baik, tapi menurut manusia ada yang baik ada yang buruk, ada yang indah ada yang jelek. Sebagai contoh berikutnya, tangga yang sama dapat digunakan untuk naik dan untuk turun, oposisi muncul hanya karena kepentingan dan perspektif manusia terhadap tangga itu.

Alam Semesta Menurut Heraclitus

Api bagi Heraclitus adalah unsur dasar, asal usul alam semesta. Dari api segala sesuatu lahir dan akan kembali lagi dalam satu proses abadi. Apilah yang melahirkan elemen-elemen yang lain. Api yang dimaksud Heraclitus bukan api sebagai sesuatu yang wujud, melainkan dipahami sebagai simbol, yaitu simbol perubahan dalam alam semesta, juga dipahami sebagai semangat, dan keberanian. Sementara itu air adalah simbol dari pertumbuhan, kelahiran, kehidupan. Rumah yang bagus dan mewah dapat berubah menjadi rongsokan yang penuh debu dan kotor jika dilahap api. Api akhirnya membawa pada perubahan. Dari yang semula baik, bagus, bisa berubah menjadi buruk dan jelek, api membawa pada perubahan yang lain. 

Demikian juga dalam hal jiwa manusia. Menurut Heraclitus, jiwa manusia adalah kombinasi dari unsur api dan air. Keduanya dapat mendominasi atas yang lain, api dapat lebih dominan atas air demikian juga air dapat lebih dominan daripada api. Manusia yang bermalas-malasan, memilih tidur seharian tidak mau beraktivitas, maka unsur air lebih dominan daripada api. Seorang pejuang yang berperang dengan gagah bahkan mengorbankan dirinya demi bangsa dan negaranya, maka unsur api lebih dominan atas air. Demikianlah perumpamaan jiwa manusia menurut Heraclitus, yaitu dialektika antara unsur api dan unsur air, keduanya bersifat dialektis.

Karakter Menurut Heraclitus

Karakter dalam pandangan Heraclitus adalah relasi antara perilaku dengan takdir. Bagi Heraclitus, karaktermu adalah takdirmu. Maksudnya takdirmu mengikuti karaktermu. Jika seseorang baik, jujur, ramah maka takdir akan mengikuti karakternya itu, tidak akan jauh-jauh dari karakter yang demikian. Karakter seseorang menentukan takdirnya. “Kalau karaktermu seperti keledai maka kamu akan lebih memilih jerami ketimbang emas”. “Jika karaktermu seperti babi maka kamu akan lebih memilih lumpur daripada air bersih”. “Jika karaktermu burung maka mandimu adalah debu”. Demikian perumpamaan Heraclitus dialektika karakter dengan takdir.

Wisdom (Kebijaksanaan)

Menurut Heraclitus, banyaknya pengetahuan tidak akan mengajari orang untuk bijaksana. Ini merupakan kritik bagi orang yang selalu memperhitungkan dan hanya suka menumpuk pengetahuan. Padahal banyaknya pengetahuan tidak serta merta membuat orang menjadi bijaksana. Heraclitus melanjutkan, orang yang cinta kebijaksanaan harus meneliti banyak hal. Jangan ngaku cinta kebijaksanaan tapi tidak meneliti lingkungan sekelilingnya. Jadi bukan hanya orang yang sekedar ikut saja apa yang ada disekelilingnya, tapi juga meneliti, menyelaminya, menginvestigasi banyak hal. Tidak hanya membaca dari luar tapi juga menginvestigasi kedalam. 

Orang yang menjalankan kebijaksaan pasti melakukan apa yang aku lakukan, dan yang aku lakukan pertama adalah menginvestigasi diri sendiri, menyelami diri sendiri, mengkaji diri sendiri. Jika kita menyelami diri kita sendiri maak kita akan menemukan bahwa aku ternyata bukanlah aku. Misalnya, kita menganggap manusia yang tekun, prospek masa depan bagus, ternyata setelah diselami lebih jauh ternyata apa yang kita anggap tidak demikian kenyataannya. Karena itu banyaknya pengetahuan tidak akan membuat orang, atau menjamin orang menjadi bijaksana, melainkan setelah ia menelaah dirinya sendiri. Heraclitus bahkan tidak sungkan mengambil perumpaan yang tidak mengenakkan sekalipun. 

Heraclitus mengatakan, anjing menggonggong pada apa yang tidak mereka mengerti. Heraclitus ingin mengatakan bahwa sebenarnya orang yang banyak bicaranya menunjukkan bahwa ia tidak paham. Banyak bicara disini lebih pada kedangkalan ilmu dan pengetahuan. Heraclitus melanjutkan bahwa, banyak orang tidak sadar apa yang mereka lakukan saat sadar, sebagaimana mereka lupa apa yang mereka lakukan saat tidur. Disini Heraclitus menekankan bahwa untuk menuju kebijaksanaan tidak cukup hanya dengan ilmu pengetahuan tapi juga mensyaratkan adanya kesadaran dalam menelaah lingkungan sekitar. Kesadaran adalah hal yang tidak dapat dilepaskan dari unsur kebijaksanaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...