Jumat, 11 Januari 2019

Prosedur Penanganan Laporan dan Temuan


Prosedur Penanganan Laporan 
dan Temuan 

Oleh: Syahdi, S.H

(Staf Divisi Sengketa 
Bawaslu Kabupaten Kampar)

I. Kata Pengantar 

Tidak bermaksud jumawa atau arogan, insya allah saya jauh dari fikiran-fikiran seperti itu. Tulisan ini adalah refleksi dari kepekaan dan rasa tanggung jawab sebagai orang yang ditempatkan pada posisi staf divisi sengketa Bawaslu Kabupaten Kampar. Artinya, secara langsung terlebih dalam masa kampanye pemilihan umum ini saya bersentuhan langsung dengan persoalan pelanggaran kampanye pemilihan umum. 

Sebab itu tanggung jawab moral mengharuskan saya untuk pro aktif dalam hal semacam ini. Idealnya, Panwaslu dibekali dengan pelatihan teknis terkait prosedur penanganan pelanggaran secara konkret yaitu setidaknya staf divisi penindakan pelanggaran dan staf divisi sengketa ditugaskan untuk memberikan pelatihan langsung turun ke Panwaslu Kecamatan atau Panwaslu Kecamatan dapat diinstruksikan untuk datang ke Sekretariat Bawaslu Kabupaten Kampar pada hari-hari tertentu dan berjadwal misalnya pada hari libur untuk dibekali pelatihan secara langsung. 

Karena itu saya fikir, ketimbang kita gaduh dan menghabiskan energi, menurut pendapat saya, demi arifnya penyelesaian masalah ini akan lebih baik Bawaslu Kabupaten Kampar mengambil kebijakan yang diperlukan. Hal seperti ini tidak bisa selesai dengan Bimtek atau Rakor, tetapi perlu ada upaya konkret. Kalau Bimtek atau Rakor itu adalah upaya penyamaan atau penyatuan persepsi secara konseptual terhadap suatu regulasi. Itu hanya ada pada wilayah paradigma (pola pikir), dan akhirnya hanya mengambang dalam alam fikir belaka, sulit atau tidak dapat langsung di implementasikan dalam praktik.

Hari ini kita lihat bahwa ketika kasus pelanggaran pemilu sampai di atas meja Panwaslu, masalahpun muncul yaitu perihal teknis terkait prosedur penanganan pelanggaran baik itu dalam bentuk laporan ataupun temuan oleh pihak pengawas pemilu sendiri khususnya oleh Panwaslu Kecamatan. Tidak pula saya bermaksud mengkerdilkan Panwaslu, tidak ada fikiran ke arah itu. Sebagian besar tentu di beberapa Panwaslu ada yang telah berpengalaman menggeluti semaraknya pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah, sehingga sudah terbiasa dan tidak ada kecanggungan lagi melaksanakan tugas-tugas pengawasan pemilihan umum. 

Tetapi untuk sebagian Panwaslu lainnya di Kabupaten Kampar tentu saja ada yang relatif masih baru mengenal dan mulai berinteraksi dengan tugas-tugas pengawasan pemilihan umum, karena itulah ketika dihadapkan dengan sengketa atau hal-hal prosedural mengenai penanganan laporan dan temuan pelanggaran dalam kampanye pemilihan umum muncul masalah yang jika dibiarkan dapat menghambat tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari lembaga pengawas pemilihan umum sendiri. 

Akhirnya Bawaslu Kabupaten Kamparpun ikut kewalahan dan kelabakan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan jangkauan pengetahuan saya di bidang pemilihan umum,  tulisan ini tentu saja tidak dapat dan tidak layak diperlakukan sebagai pedoman seperti bukunya Prof. Andi Hamzah (Pakar Hukum Pidana) yang menjadi pedoman bagi seluruh Kepolisian, dan Kejaksaan termasuk oleh KPK dan Advokad/Pengacara dalam memahami dan menyelesaikan perkara-perkara pidana. Demikian juga tulisan ini tidak dapat dijadikan pedoman bagi Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Kampar dalam menyelesaikan persoalan pelanggaran dalam kampanye pemilihan umum. 

Tetapi setidaknya ada sesuatu yang perlu dilakukan, dan sebagai sumbangsih pemikiran dengan segala kekurangan yang ada saya mencoba memberanikan diri hadir menawarkan gagasan, setidaknya dengan tulisan ini kiranya dapat meringankan masalah prosedural seperti ini. Dalam menghidangkan tulisan ini, saya berusaha untuk menyampaikan dengan pembahasan sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh Panwaslu. Akhirnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan pengetahuan pada diri saya, dengan kerendahan hati saya menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekeliruan atau kesalahan. Karena itu tulisan ini terbuka untuk kritik, saran atau masukan yang konstruktif. 

II. Pelanggaran Pemilu

Mengenai defenisi pelanggaran pemilu ini dapat kita ambil rujukan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu.

Pelanggaran pemilu adalah tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu (Pasal 1 angka 26).

III. Jenis-Jenis Pelanggaran Pemilu

Tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu dan hal lainnya rujukan yang saya pakai untuk menjelaskan hal ini adalah Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018. 

Undang-undang pemilu maupun perbawaslu mengklasifikasikan (mengelompokkan) pelanggaran pemilu kedalam beberapa jenis yaitu pelanggaran etika penyelenggara pemilu, pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.

Pelanggaran etika penyelenggara pemilu yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyelengara pemilu seperti KPU dan Bawaslu termasuk Panwaslu. 

Pelangggaran administrasi pemilu adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dan setiap tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 1 angka 28).

Dari ketentuan pasal ini dapat kita ketahui bahwa pelanggaran administrasi pemilu itu dapat saja dilakukan oleh peserta pemilu ataupun oleh KPU.

Tindak pidana pemilu adalah pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemilu (Pasal 1 angka 30).

Khusus untuk klasifikasi jenis pelanggaran pemilu berupa pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya, yang dimaksudkan peraturan perundang-undangan lainnya adalah peraturan perundang-undangan terkait dengan pemilu seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa maupun peraturan menteri lainnya seperti peraturan menteri hukum dan ham (Permenkumham), serta peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres), peraturan daerah (Perda) yang ada relevansinya (kaitannya) dengan pelanggaran dalam kampanye pemilihan umum.

Adapun diskresi atau peraturan kebijakan seperti surat, surat edaran, juklak, juknis, maklumat, pemberitahuan, serta semua keputusan administratif yang dikeluarkan oleh lembaga/pejabat negara tidak terkecuali oleh KPU dan Bawaslu tidak termasuk kedalam jenis peraturan perundang-undangan lainnya. Sebab untuk sebagian diksresi seperti yang disebutkan dimuka serta keputusan administratif bukanlah peraturan  perundang-undangan. Karena itu melanggar diskresi dan keputusan administratif tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.

1. Pelapor dan Terlapor

Sebelum saya menjabarkan tentang prosedur penanganan laporan dan temuan pelanggaran pemilu, maka ada baiknya beberapa hal penting saya terangkan disini yaitu perihal legal standing (kedudukan hukum) Pelapor dan Terlapor. 

A. Pelapor

Yang berhak menjadi pelapor atau pihak-pihak mana yang berhak melaporkan telah terjadinya dugaan pelanggaran pemilu adalah: WNI yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu dan/atau pemantau pemilu.

Jadi hanya tiga pihak ini sajalah yang mempunyai legal standing (kedudukan hukum) yang berhak menjadi pelapor. WNI yang dimaksud adalah WNI yang mempunyai hak pilih yaitu telah genap berusia 17 tahun pada saat hari pemilihan umum maupun yang telah menikah walaupun belum berumur 17 tahun atau sudah pernah menikah walaupun ahirnya bercerai. Tambahan syarat lain untuk WNI yang berhak menjadi pelapor adalah terdaftar sebagai pemilih di DPT. Hal ini harus benar-benar dipahami agar tidak menimbulkan mal-administrasi oleh pengawas pemilu.

Adapun Peserta pemilu yang dimaksud adalah partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dan Calon Anggota DPD.

Sementara itu objek (hal) yang dilaporkan oleh pelapor adalah peristiwa dugaan pelanggaran pemilu, meminta kepada pengawas pemilu untuk menindaklanjutinya.

Perihal laporan ini hendaknya jangan disepelekan, jangan dipandang remeh. Sebab laporan menjadi keharusan bagi pengawas pemilu secara hukum dan dalam batas waktu yang ditentukan untuk segera menindaklanjutinya. Khusus kepada petugas penerima laporan, sebelum laporan itu diberi nomor register, pertama-tama harus ditanya betul-betul perihal apa objek (hal) peristiwa yang dilaporkan itu secara komprehensif (lengkap/ menyeluruh). 

Jika dipandang layak untuk ditindaklanjuti berdasarkan rapat pimpinan dan anggota pengawas pemilu sekurang-kurangnya yang membidangi penindakan pelanggaran dan sengketa (pada Bawaslu, untuk Panwaslu sebaiknya ketua dan anggota) maka barulah dapat diberi nomor register. Karena itu harus ada rapat dahulu untuk membahasnya. Jangan langsung diberi nomor register tiap laporan yang disampaikan. Sebab konsekuensi hukum jika laporan sudah diberi nomor register maka timbullah kewajiban hukum bahwa laporan tersebut harus ditindak lanjuti sampai peristiwa dugaan pelanggaran yang dilaporkan itu selesai diproses di internal lembaga pengawas pemilu.

Jika belum diberi nomor register, maka pengawas pemilu relatif dapat lebih leluasa dan belum terikat kepada keharusan hukum serta batasan waktu untuk menindaklanjutinya. Tetapi laporan yang dibiarkan lama tanpa ada kejelasan penyelesaian juga tidak baik sebab akan memberi citra buruk kepada pengawas pemilu dan menimbulkan rasa kecewa dari pihak yang berkepentingan atau yang dirugikan haknya dalam pemilihan umum merasa laporannya diabaikan.

"Mendiamkan" laporan tanpa ada kejelasan dan penjelasan kepada publik sangat bertentangan dengan anutan asas kepastian hukum yang merupakan salah satu tujuan kita dalam berhukum. Karena itu pulalah membuka ruang bagi pengawas pemilu untuk dikenakan sanksi etik oleh lembaga pengawas dan penegak norma etik yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

B. Terlapor

Pihak terlapor dugaan pelanggaran administratif pemilu yaitu: calon anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD provinsi, kabupaten/kota), Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, tim kampanye dan penyelenggara pemilu (Pasal 22).

IV. Prosedur Penanganan Laporan dan Temuan Pelanggaran

Prosedur penanganan laporan dan temuan pelanggaran dilakukan berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 sebagai peraturan induk (peraturan yang utama dan dijadikan acuan dasar). Jika pelanggaran itu merupakan jenis pelanggaran administratif maka selain merujuk kepada Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018, Panwaslu juga merujuk kepada Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu.

Demikian juga jika pelanggaran itu merupakan jenis pelanggaran tindak pidana pemilu maka Panwaslu merujuk kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Tetapi jika pelanggaran itu timbul dalam diri pengawas pemilu baik sengaja atau karena kelalaian maka pihak yang merasa dirugikan akan merujuk kepada  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 memuat semua form yang dibutuhkan oleh pengawas pemilu dalam hal ini khusus kepada Panwaslu untuk melakukan tertib administrasi mulai dari menerima laporan, membuat undangan klarifikasi, berita acara klarifikasi, hasil kajian dugaan pelanggaran, rekomendasi kepada Bawaslu, serta melakukan upaya penerusan semua form_nya tercantum dalam Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 pada bagian Lampiran yang dimuat pada bagian akhir pasal-pasal setelah ketentuan penutup.

Dari pemaparan itu, dapat saya kemukakan semua prosedur atau tata cara yang memuat rincian (proses) atau tahapan apa yang akan dilalui oleh Panwaslu, yaitu:

1. Jika berupa Laporan, maka Laporan diterima lebih dahulu. Bisa langsung dicatat dalam buku registrasi penerimaan laporan bisa juga tidak. Sebaiknya tiap laporan yang masuk atau yang disampaikan, Panwaslu harus meminta kepada pelapor untuk menerangkan atau menjelaskan objek atau peristiwa yang dilaporkan itu. Panwaslu harus aktif dan vokal mengajukan pertanyaan guna mendapatkan dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan agar kelak dapat menjadi bahan kajian dan pertimbangan dalam rapat untuk menentukan layak atau tidaknya ditindaklanjuti.

Untuk menentukan layak atau tidak layak untuk ditindaklanjuti, indikatornya (tolak ukur) adalah terpenuhinya syarat formil dan syarat materil sebuah laporan. Mengenai syarat formil dan materil dapat dibaca dalam peraturan Bawaslu  dalam tulisan ini. Andai terdapat dugaan yang kuat dan Panwaslu berkeyakinan bahwa telah terpenuhi syarat formil dan syarat materil maka laporan dapat dicatat dalam buku registrasi penerimaan laporan pelanggaran.

Ingat, dicatat dalam "Buku Registrasi Penerimaan Laporan Pelanggaran", bukan membubuhkan nomor register pada form Laporan!!!. Karena itu Panwaslu harus menyediakan sebuah buku khusus untuk mencatat tiap laporan yang masuk. Penting dipahami bahwa prinsipnya (pada dasarnya), mencatat tiap laporan pelanggaran dalam Buku Registrasi tidak mesti menunggu syarat formil dan syarat materil terpenuhi lebih dahulu. Andaipun laporan telah dicatat dalam Buku Registrasi tetapi setelah dilakukan rapat atau kajian internal ternyata ada diantara syarat formil atau diantara syarat materil tidak terpenuhi, maka tinggal dicatat dalam kolom keterangan pada Buku Registrasi bahwa laporan tidak memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti.

Untuk menindaklanjuti laporan harus terpenuhi syarat formil dan syarat materil. Andai salah satu saja diantara syarat formil maupun salah satu diantara syarat materil tidak terpenuhi maka laporan tidak dapat ditindaklanjuti. Pembahasan laporan dan keputusan yang menyatakan bahwa laporan tidak dapat ditindaklanjuti tersebut diambil dalam rapat atau kajian internal Panwaslu setelah laporan itu diterima dan dicatat dalam Buku Registrasi serta setelah para saksi dan terlapor diminta keterangannya.

Jika menurut hasil kajian tersebut Panwaslu berkesimpulan bahwa laporan tidak memenuhi syarat maka itu dicantumkan dalam form hasil kajian dugaan pelanggaran dengan menyebut secara jelas syarat yang tidak terpenuhi itu dilengkapi dengan alasan mengapa tidak terpenuhinya syarat dimaksud. Dalam hal menurut hasil kajian internal Panwaslu bahwa suatu laporan tidak memenuhi syarat, maka hal itu disampaikan kepada pelapor dan terlapor. Itu dilakukan guna menjunjung tinggi asas kepastian hukum, agar para pihak (pelapor dan terlapor) mendapat kejelasan, tidak merasa penyelesaian laporan itu terkatung-katung tidak jelas ujungnya, serba mengambang.

Jika berupa temuan, Panwaslu dapat langsung melakukan rapat/kajian untuk menentukan terpenuhinya syarat formil dan syarat materil. Jika hasil kajian mengambil kesimpulan bahwa temuan itu memenuhi syarat formil dan syarat materil, maka Panwaslu mencatat temuan itu dalam Buku Registrasi Temuan Pelanggaran.

Buku Registrasi ini dapat dalam dua buku yang terpisah antara Buku Registrasi Penerimaan Laporan Pelanggaran dan Buku Registrasi Temuan Pelanggaran masing-masing tersendiri, dapat juga dalam satu Buku Registrasi Penerimaan Laporan dan Temuan Pelanggaran. Itu pilihan praktis. Setelah itu Panwaslu membuat undangan klarifikasi, masing-masing satu undangan klarifikasi untuk terlapor dan satu undangan klarifikasi untuk saksi. Beberapa hal yang perlu dipahami terkait dengan permintaan klarifikasi ini  adalah:

1. Pemeriksaan terlapor dan saksi

Pemeriksaan terlapor dan saksi untuk di dengar keterangannya harus dilakukan pada hari kerja, tidak boleh pada bukan hari kerja termasuk tidak boleh dilakukan pada hari libur kalender. 

2. Waktu Klarifikasi

Selain memperhatikan mengenai hari kerja dan hari-hari libur kalender, waktu (pukul,jam) yang ditentukan dalam surat undangan klarifikasi harus sesuai dengan pertimbangan kewajaran dan kepatutan. Misalnya para pihak  (terlapor dan saksi) dalam surat klarifikasi tidak diminta datang ke Sekretariat Panwaslu pada waktu yang terlampau pagi yaitu antara pukul 06.00-09.00 wib. Juga sebaiknya menghindari waktu istirahat kerja bagi terlapor atau saksi yang mempunyai kesibukan kerja pada institusi tertentu yaitu antara pukul 12.00-13.00 wib. Demikian juga jangan sampai diminta datang pada malam hari, bukan hanya tidak wajar tapi juga tidak etis sekalipun dilakukan pada hari kerja kalender pengawas pemilu.

3. Perihal waktu klarifikasi para saksi

Jika saksi lebih dari satu orang. Panwaslu dapat membuat pilihan yaitu dalam masing-masing surat undangan klarifikasi, saksi diminta datang pada hari yang berbeda. Misalnya saksi Hariyono dalam undangan klarifikasi diminta kedatangannya pada hari Senin, pukul 10.00 wib, dan saksi Agung dalam undangan klarifikasi diminta kedatangannya pada hari Selasa, pukul 10.00 wib. Itu opsi (pilihan) yang pertama.

Pilihan yang kedua, para saksi dalam undangan klarifikasi dapat diminta kedatangannya pada hari yang sama tetapi waktunya berbeda. Misalnya saksi Hariyono pada hari Senin, pukul 10.00 wib. Dengan memperhatikan kemungkinan tidak datang tepat waktu dan kemungkinan lamanya waktu yang digunakan untuk pemeriksaan, maka saksi Agung pada hari Senin, pukul 15.00 wib.

Memang harus diakui bahwa opsi kedua ini biasanya selalu tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan dalam hari yang sama itu diantara para saksi hanya datang seorang saja dan itupun datang pada waktu untuk pemeriksaan saksi yang lain. Lain hal jika para saksi tidak datang sama sekali, maka tinggal dikirim surat undangan klarifikasi yang kedua.

Jika sudah dua kali dikirim surat undangan klarifikasi ternyata baik saksi ataupun terlapor tidak datang, maka Panwaslu melakukan kajian internal untuk menilai, menganalisa dan menentukan keterpenuhan syarat formil dan syarat materil. Dan mengenai tindak lanjut hasil kajian ini dapat dibaca dalam pemaparan sebelumnya.

Mungkin muncul pertanyaan, kenapa pemeriksaan para saksi perlu di bedakan waktunya baik hari maupun pukul/jam nya, itu tak lain untuk menjamin bahwa keterangan yang diberikan itu benar-benar objektif menurut kesaksiannya melihat secara langsung, atau mendengar secara langsung suatu peristiwa yang menjadi objek laporan. Jika para saksi telah datang, Panwaslu mesti memeriksa satu persatu saksi itu.

Ketika memeriksa seorang saksi, saksi yang lain hendaknya tidak ada dalam ruangan itu agar  saksi yang sedang diminta keterangannya tidak di dengar oleh saksi yang lain. Sebab jika sesama saksi hadir dalam satu ruangan pemeriksaan sementara saksi diperiksa satu persatu secara bergantian, maka dikhawatirkan keterangan saksi yang akan diperiksa terpengaruh oleh keterangan saksi yang sedang diperiksa.

Akibatnya keterangan yang diberikan itu tidak lagi objektif. Apalagi para saksi itu mereka ternyata berteman dekat dan mungkin pula berteman dekat dengan terlapor. Kalau sudah seperti itu keadaannya maka sulit diharapkan keterangan saksi akan objektif. Karena itulah sedapat mungkin orang yang akan dimintai keterangan sebagai saksi tidak memiliki ikatan apapun baik ikatan keluarga, pertemanan, maupun terikat dalam satu hubungan kerja. Andaipun pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan pada hari yang sama tidak secara bergantian dan pada jam yang sama, tetap harus dilakukan pada ruangan yang berbeda. Sedapat mungkin masing-masing saksi itu tidak saling mendengar keterangan saksi yang lain.

4. Berita Acara Klarifikasi (BAK)

BAK dibuat setelah keterangan yang disampaikan terlapor dan para saksi telah dinyatakan cukup. Misalnya baru pada undangan klarifikasi yang pertama Panwaslu berpendapat telah cukup keterangan yang diperlukan, maka Panwaslu dapat segera membuat pada hari itu juga BAK. Untuk terlapor dan saksi atau para saksi BAK-nya dibuat masing-masing per/orang. Tidak boleh digabung dalam satu BAK. Itu akan mengacaukan administrasi, itu mal-administrasi (melanggar administrasi).

Tetapi jika permintaan keterangan klarifikasi belum cukup hanya dengan satu kali klarifikasi, maka dapat diminta klarifikasi untuk yang kedua kalinya bahkan untuk yang kesekian kalinya lebih dari tiga kali. Asalkan pada tiap-tiap undangan klarifikasi para pihak yang diundang itu selalu datang memberikan keterangannya yang diperlukan. Tetapi jika para pihak tidak datang secara berturut-turut pasca dikirim undangan klarifikasi sebanyak dua kali undangan klarifikasi, maka Panwaslu tidak dapat mengirim undangan klarifikasi untuk ketiga kalinya.

Hal itu dimaksudkan sebagai pertimbangan Bawaslu dalam Peraturan Bawaslu bahwa para pihak yang mangkir itu dianggap tidak memiliki itikad baik, dan demi menjaga wibawa Bawaslu maka undangan klarifikasi untuk yang ketiga kalinya ditiadakan. Sebab para pihak dengan cara itu dapat mempermainkan pengawas pemilu dengan mengabaikan undangan klarifikasinya.

Bedanya dengan panggilan penyidik kepolisian, jika tersangka tidak datang memenuhi panggilan penyidik maka penyidik dapat memaksa tersangka datang ke kantor kepolisian dengan cara membawa secara paksa. Bahkan mangkirnya itu dapat berdampak pada pemberatan sanksi pidana dalam pemeriksaan sidang pengadilan sebab tidak menunjukkan itikad baik selama dalam proses pemeriksaan. Sedangkan Bawaslu termasuk Panwaslu tidak punya upaya paksa seperti itu, jika undangan klarifikasi pengawas pemilu tidak diindahkan dua kali berturut-turut maka solusi atas ketiadaan itikad baik para pihak adalah dengan melakukan kajian internal pengawas pemilu.

5. Hasil Kajian Internal Dugaan Pelanggaran Pemilu

Dari mulai tahapan klarifikasi, pembuatan BAK para pihak, dan  hasil kajian internal Panwaslu semuanya dicantumkan dalam form yang tercantum dalam bagian Lampiran Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018.  Soal kajian internal ini saya tidak akan mengulanginya sebab telah banyak disinggung dalam pembahasan sebelumnya.

6. Penerusan

Jika hasil kajian internal Panwaslu berkesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran administratif, maka Panwaslu menyampaikan hal itu kepada Bawaslu Kabupaten. Bawaslu Kabupaten akan mempelajari dan melakukan pembahasan internal mengenai hasil kajian Panwaslu. Jika Bawaslu berkesimpulan bahwa terlapor telah melakukan pelanggaran administratif maka Bawaslu akan berikirim surat kepada institusi tempat terlapor bekerja supaya atasan terlapor memberikan teguran atau sanksi administratif sesuai dengan undang-undang tentang aparatur sipil negara.

Perlu dipahami bahwa dalam hal pelanggaran administratif, terlapor adalah pegawai negeri sipil baik seorang guru ataupun pegawai negeri sipil di institusi pemerintahan daerah. Selain itu terlapor adalah seorang kepala desa atau perangkat desa. Jika kepala desa maka Bawaslu akan berkirim surat ke Bupati agar terlapor dikenai sanksi administratif sesuai dengan undang-undang tentang aparatur sipil negara. Demikian juga jika terlapor seorang perangkat desa, maka Bawaslu akan berkirim surat kepada Kepala Desa agar terlapor dikenai sanksi administratif sesuai dengan undang-undang pemilu, ataupun undang-undang tentang desa.

Tetapi jika menurut hasil kajian internal Panwaslu bahwa telah terjadi pelanggaran tindak pidana pemilu maka Panwaslu menyampaikan hal itu kepada Bawaslu Kabupaten dengan membawa semua barang bukti, semua berkas pemeriksaan dari awal sampai akhir, melengkapi berkas-berkas yang belum lengkap. Selanjutnya Bawaslu akan melakukan kajian internal, setelah kajian internal rampung dan Bawaslu berkesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran tindak pidana pemilu maka Bawaslu membahas hal itu dengan sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan di kantor sekretariat Bawaslu.

Segala keterangan dan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembahasan dan pemeriksaan Gakkumdu akan melibatkan Panwaslu kecamatan yang bersangkutan. Jika Gakkumdu berkesimpulan telah terjadi tindak pidana maka Gakkumdu melalui kepolisian akan mempersiapkan semua berkas yang diperlukan untuk dilimpahkan ke kejaksaan. Hingga semua berkas dinyatakan lengkap, oleh kejaksaan akan disusun surat dakwaan untuk membawa perkara itu ke pengadilan untuk diperiksa sampai keluarnya putusan pengadilan. Demikianlah alurnya bagi Panwaslu dalam melakukan penanganan laporan dan temuan pelanggaran pemilu agar dapat dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat

Hak Angket DPR Dalam Dugaan Pelanggaran Pemilu Tidak Tepat Oleh: Syahdi Firman, S.H., M.H (Pemerhati Hukum Tata Negara) Beberapa hari pasca ...